Kelahiran
Minggu, 20 Januari 2008
Kelahiran Yang Kedua Kali

17 Januari 1992 dalam naungan Capricornusku dengan penjagaan sang Jibril dan kepakan sayapnya yang basah terpercik isak tangisanku yang pertama tuk terlahir kedunia.

Tuhan telah merencanakan kelahiran ini.

Dilewatkan dari anak adam dan hawa tuk menjemput masa tuanya.

Diberi kesempatan dan kehendak dari Allah untuk memanjangkan nafas dan menghirup wangi cinta serta getir pengorbanan yang sengaja dipikulkan padanya,

Pada bayi mungil itu.

Kemegahan dan keagungan kuasa tuhan membangkitan dan mempertemukan mereka dari perbedaan latar belakang yang hakiki dan keegoisan isi hati yang enggan dibagi.

Tiada satupun yang luput darinya

Kecuali dengan kuasa tuhan pula menyatukan perbedaan dalam satu harapan

Yakni.....”Cinta”

Nyanyian tangis yang ia derukan benar-benar memukau setiap insan.

Bahkan lebih memukai dari seuntai kalung mutiara.

Senyum kecil yang terkembang dari bibirnya begitu manis.

Bahkan lebih manis dari sebatang Lollypop.


Arti sebuah kehadiran baginya adalah tanggung jawab.

Atas penantian yang teramat panjang.

Akan banyaknnya pengorbanan yang harus dibuang.

Aku yang lahir dari kegemilangan cinta dan deru nafas para pemuja dunia,

memiliki segalanya,

Semuanya.

Hingga tak sanggup dipertahankan dan gugur sebab tak berteman.


Jika nanti ia tumbuh dewasa.

Andai esok bintang itu menampakkan kecermelangannya.

Seumpama lusa sayapnya tumbuh dan terbang tinggi,

hingga ia terlempar pada suatu keadaan yang terlampau pilu.

Maka.....

Hati ini bukan untuk dipelihara

Jiwa ini bukan tuk dikekang terpenjara.

Sebab aku.......

Aku adalah simbol kebebasan.

Bagi diriku,

Bagi mereka yang sudi mendengarkan rayuanku.


Apakah aku.....

Bintang senja yang tumbuh dalam ketidakpastian harus terpelanting pada sebuah hamparan padang rumput tak bermusim

Apakah aku.....

Jiwa muda senantiasa mengharapkan keberhasilan yang mudah dan terus menginginkan kegagalan tak menyentuhku,ditakdirkan tuk terus mengepalkan tangan sementara keraguan membuatku jenuh.

Dan apakah aku harus pasrah tuk terus dipaksa agar tak tahu,

Bagaimana harus bergembira di musim panas.

Supaya aku tak mengerti cara mengeluh di musim dingin.

Agar aku tak paham makna tertawa di musim semi.

Dan aku...

Bintang senja itu tak sanggup mengartikan tangis dimusim gugur.

Betapa aku, pemuda lajang yang malang.


Biar jam pasir di sudut kamarnya,

Mendidiknya sampai habis kesempatan tersisa.

Dan menjadikannya kilau, karena kilau itu adalah awal.

Menjadikan ia cahaya,sebab Cahaya itu adalah arah.

Menjadikannya sinar, karena sinar itu bagaikan kanvas.

Serta agar dibentangkan kanvas itu,

Biar merah, kuning ,biru, hitam serta warna indah dari sisi dunianya yang lain membuat kanvas putih polos itu jadi penuh tawa, berlinang tangis

Agar pada akhirnya sesorang cucu adam yang lain bersedia mengaluni setiap sudut hati yang telah mati dengan hentakan melodi kerinduan serta nyanyian cinta sendu.


Dan dia sang kekasih...

Bersedia menghadirkan padanya airmata kesedihan yang menyucikan hati.

Hati yang suci kan mengundang seulas senyum.

Sebab senyum sang kekasih bagiku adalah alasan hari ini tuk tetap bernafas dan hasrat agar terus mencari kesungguhan cinta sejati senantiasa terjaga.

Agar nanti masih dapat kukumandangkan dihadapan banyak orang.

Dan esok bisa diucapkan banyak orang.

Tentang cinta yang tak pernah pulang.

Akan rindu yang enggan kembali.

Mengenai kasih tak sudi singgah ke rumah tuaku, di tengah gurun gersang tak bertuan.


Adalah saat-saat ia mencari siapa...?

Apa...?

Dimana...?

Kenapa...?

Kapan...?,dan

Bagaimana kelak dirinya berpijak diatas pendirian yang selalu dipertahankan

Dan berdiri dia atas janji yang tak pernah dapat dirasakan,manisnya pengkianatan dan begitu indahnya bila janji itu diingkari.

Namun bukankah itu semua penghabisan seluruh penantikanku?

Kini aku tlah tumbuh menjadi sebuah bintang

Sebuah kemilau kecil diantara pekat selimut petang.

Dan berjuang menapaki kabut senja tak terang mencari sebelah rusuknya yang hilang.

Mendapati seorang kekasih yang begitu tulus mencintainya adalah impian.

Tapi tanpa sadar sesungguhnya ia telah terlena, terbuai, dan terkulai bersama mereka orang-orang yang telah gagal.

Terus mencari bunga kecil penuh duri yang tak mudah tuk dipetik agar tak mudah pula dicampakkan.

Sang bintang senja kini hanya bisa duduk terdiam.

Memandangi awan gemawan dan membiarkan fajar berganti malam dan kembali ia menikmati siraman embun kala esok menjelang


Hingga hari ini

Masih kudengar nyanyian hujan, diantara hamparan ilalang gersang.

Nun disana,

Di tengah gemuruh tak terjamah,

Di keheningan taman bunga kematian yang didalamnya terkubur jiwa dan kenangan yang dulu diberikan olehnya padaku.

Diberikan hanya untuk aku.

Ditakdirkan sepenuhnya untuk menjaga sepanjang malamku.

Ketika aku mencoba berlari, tiada ingin kusembunyi.

Dan dia...

Yang dulu menghadirkan di hadapanku sebuah janji

Tentang perihnya onak duri,

Akan manisnya rasa benci.

Sedangkan aku kini sekedar bintang senja yang redup.

Setelah dicampakkan petang yang tak kunjung menjelang,

Hanya sanggup menikmati keyataan sendiri masa kecilku telah usai.

Masa mudaku telah pergi percuma.

Dan masa tua menanti diujung lorong dengan wajah suram.

Bunga yang dulu aku tanam sendiri kini berguguran layu karena tak seorangpun enggan basahi.

Hingga ketika ia datang membawa secawan air mata kerinduan dan seulas senyum agar kelopak dan tangkainya yang tegar, tetap terjaga meski terhina.

Selama jalinan ini tetap kau ingini tak kan kubiarkan seorangpun membuatnya ternoda, meski hanya setitik nila.

Sekalipun mereka mengambil pengelihatanku,

Masih dapat kunikmati melodi kerinduan yang dihantarkan angin kegalauan berisi desahan lembut dari sang kekasih.

Seandainya mereka menyumpal kedua telingaku, maka

Masih bisa kuhirup nafas panjang mewangi aroma tubuh dan keharuman bunga di taman hatinya, Taman Surga.

Jika udara ditiadakan, maka

Aku akan hidup dengan jiwaku karena harapku putri sang cinta dan keindahan.


Sesungguhnya esok bukanlah kelanjutan dari hari ini,

Karena aku kekasih dari sang maut yang dipilih sebagai akhir.

Agar perjalanan senja menghadirkan sebuah kenangan

Bukannya linangan airmata penghias tangis dan bukan pula sebatas lirikan, perkenalan , ciuman pertama ,perkawinan dan pilihan akhir bukanlah perpisahan.
Sebab kemarin adalah kesalahan

Bukan pengakuan atau penyesalan yang enggan dibagi dan bukan pula seurat rindu yang patut dibinasakan.

Jadi mengapa jalan ini yang harus kutapaki sendiri?

Dan sesungguhnya hari ini adalah sinar redup bintang yang penghabisan.

Label:

posted by Little Moron @ 16.31  
2 Comments:
  • At 25 Januari 2008 pukul 19.31, Anonymous Anonim said…

    assalamualaikum wr.wb.
    aku tau tanggal 17 januari adalah hari dan waktumua terlahir di dunia ini...
    untuk itu aku ucapkan selamat ulang tahun bagimu wahai temanku...
    semoga kamu menjadi anak yang sholeh,berbakti pada kedua orang tuamu,pintar,dan berguna bagi semua orang....
    AMIEN........
    aku tidak begitu mengerti apa yang kamu tulis ini tapi aku coba mengerti tapi yawdalah semoga semua yang kamu inginkan tercapai
    amien....

    Wassalamualaikum wr.wb

     
  • At 31 Januari 2008 pukul 14.57, Anonymous Anonim said…

    Waduh, puitis banget postingannya.
    Hebat...

     
Posting Komentar
<< Home
 
 
About Little Moron

Name:Little Moron
Home: Surabaya, East Java, Indonesia
About Me:
See my complete profile
My Blog data


Moron Scream

Free shoutbox @ ShoutMix
Where I should to go..



Supported By

Free Blogger Templates

BLOGGER

Blogskins

Other
The Promises Are Broken Again And The Scarr Remains